Falsifikasi Epistemologi

Ilustrasi model epistemologi



Kita ngobrol santai yuk. Biar pikiran ngga tegang, biar hati juga tenteram.

Catatan: 
Estimology = filsafat tentang bagaimana kita mengetahui.
Falsification = pembuktian bahwa suatu pernyataan adalah salah.

Jadi, walaupun tidak sepenuhnya tepat, bisa dibilang bahwa falsifikasi adalah kebalikan verifikasi (membuktikan suatu pernyataan adalah benar).
Primitive = model paling sederhana dari sebuah realitas, objek atau sistem. Sistem atau realitas yang besar berasal dari primitive ini. Dengan mengetahui primitive tersebut, realitas besarnya bisa diketahui perilakunya.
Untuk membuktikan kebenaran suatu proposisi, idealnya kita menggunakan verifikasi. Tetapi dalam kehidupan sehari hari kita lebih sering menggunakan metoda falsifikasi. Baik secara disengaja maupun tidak. Mengapa?   

Biar gampang, kita gunakan ilustrasi saja. Dulu waktu masih ingusan, kita suka cerita dongeng, peri, pahlawan super dan kancil yang pintar. Sebagian kita anggap benar. Kita merasa tahu, bahwa sebagian atau seluruhnya benar, atau kita tidak tahu bahwa cerita itu benar atau salah. Seiring waktu, semakin banyak asam garam yang kita cecap dan nalar kita bekerja dengan baik, kita memfalsifikasi cerita-cerita itu dan mendapatinya salah. Tidak benar ada kancil yang cerdas dan bisa bicara. Kebenarannya adalah kancil tak bisa bicara, atau peri itu tidak ada.

Contoh lain adalah saat kita ujian semester dengan soal pilihan ganda. Yang biasa kita lakukan justru mencari jawaban yang salah bukan? Maka sisanya, yang tidak bisa kita buktikan salah, berarti benar. Begitu lah falsifikasi dengan sengaja kita gunakan.

Lantas kenapa dibilang lebih ideal menggunakan verifikasi ketimbang falsifikasi? Salah satu sebabnya adalah bahwa verifikasi membuahkan pengetahuan mendalam tentang kebenaran intrinsik objeknya. Lantas baru bisa membuktikan kebenaran atau kesalahan proposisinya. Sebab lain adalah bahwa penggunaan metode falsifikasi, jika berhasil, hanya membuktikan bahwa suatu proposisi adalah salah, tapi kita tak tentu tahu apa yang benar. 

Ok, kita gunakan ilustrasi lagi. Dulu orang eropa berpikir bahwa gerak peluru meriam adalah gerak lurus ke atas dengan sudut tertentu, lalu tiba-tiba jatuh dari atas tegak lurus ke bumi.
Lalu dibantah oleh Newton. Dan kemudian kita tahu bahwa gerak pelurunya melengkung karena gravitasi. Lantas selama 200an tahun kita meyakini bahwa Newton benar sampai seorang pegawai kantor paten bersama Einstein memfalsifikasi teorinya. 

Dari dua ilustrasi tersebut di atas, kita jadi mikir bahwa yang kita ketahui “benar” itu ada umurnya. Ada batasnya. Apa yang kita ketahui “benar” saat ini, bisa saja dibuktikan salah besok kalau memang muncul buktinya. 

Dalam berteori, Newton dan Einstein menempuh jalan yang berbeda. Dalam kasus itu, Newton mengajukan bahwa primitive dari benda jatuh adalah karena perilaku masa yang tarik menarik. Sementara Einstein bilang bahwa primitive nya adalah ruang dan waktu yang melengkung. Model primitive diperlukan agar tidak ada pengaruh-pengaruh variabel lain yang mendistorsi realitas yang sesungguhnya. 

Dari cuap-cuap di atas secara inherent ada beberapa pertanyaan yang sangat fundamental. Bagaimana kita tahu bahwa kita tahu? Bagaimana kita tahu bahwa pengetahuan kita benar? Apa yang kita tidak tahu? Bagaimana caranya kita tahu? Apakah yang kita tahu benar-benar yang seperti objek yang hendak diketahui? Pertanyaan-pertanyaan epistemologis.

Untuk mengetahui realitas objektif, yaitu yang diluar “subjek yang tahu” sudah berkembang banyak metoda. Yang saat ini paling kuat, tentu metoda ilmiah. Tapi bagaimana dengan realitas subjektif?

Bagaimana dengan Tuhan? Sampai saat ini tidak bisa diverifikasi ataupun difalsifikasi. Atau perkara hati yang sering kali verifikasi dan falsifikasi nya bertentangan. Itu lah kenapa model dalam gambar ilustrasi di atas tulisan ini aku anggap tidak tepat. Bukankah Truth adalah proposisi yang semata-mata dianggap “benar” oleh Knowledge, padahal Knowledge itu bisa berubah-ubah seperti contoh kasus gravitasi? Bisakah Truth dianggap benar jika tidak diketahui kebenarannya, karena jika tidak, maka lingkaran Truth seharusnya sama dan berimpit dengan Knowledge. Atau bahwa Knowledge seringkali tidak terbukti “benar” dan dituduh sebagai pseudo-knowledge (pengetahuan palsu)? Jelas, ada sesuatu dalam gambar model di atas yang bisa diperdebatkan.

Jangan salah paham, aku “percaya” Truth itu ada dan mutlak nilainya. Truth sebagai suatu makna dari fakta atau realitas atau objek. Sekali lagi, yang jadi masalah adalah bagaimana kita mengetahui nya. Nah barusan aku sebut “percaya” (believe). Lihat! Betapa seru nya hubungan truth, knowledge, dan belief. Pada alinea ke sekian di atas sempat disebut "kebenaran intrinsik" dari realitas atau objek, 
Perkara hati lain lagi. Sering kali jika diverifikasi hasilnya akan beda dengan kalau difalsifikasi. Kalau tak percaya, coba tanyakan kepada seorang gadis, sebagai verifikasi, apakah dia suka seseorang pria. Mungkin jawabannya tidak. Tapi sebagai falsifikasi, jika diamati, mungkin saja si gadis suka berdekatan dengan pria itu, terlihat bahagia tertawa gembira, atau mencuri waktu walau sedetik saja untuk bertemu. Maka hasil pendekatan verifikasi dan falsifikasi saling bertentangan. Lantas bagaimana kita tahu? Satu-satunya (aku belum tahu kalau ada alternatif nya) pintu keluar dari jalan buntu seperti ini adalah dengan membuat primitive nya.

Untuk membuat primitive nya, tentu kita mesti membuang variabel-variable yang tidak perlu, yaitu variabel yang bikin rumit. Caranya masukan ke dalam laboratorium dan isolasi. Buat sesederhana mungkin tanpa komplikasi, dan lantas tarik garis demarkasi untuk menentukan mana benar dan mana salah. Jika prosedur lab nya diikuti dengan baik, kita akan dapatkan primitive nya dan mungkin bisa mengetahui realitasnya. Jika prosedur lab nya tidak diikuti tentu tidak ada hasilnya, atau simply memang tidak dapat diketahui dan tetap gelap. 

Pada akhirnya, kita tahu yang kita tahu, dan kita tidak tahu yang kita tidak tahu. Bagaimana mungkin aku tahu yang aku tidak tahu? Walaupun bisa saja aku tahu bahwa ada sesuatu yang aku tidak tahu. Di situ gunanya bertanya dan bicara, bukan? 

Aku sayang kamu honey. Selamanya.



Kereta dari Semarang, 23 Sept 2018, selesai nulis jam 00.15.
Kangen banget ngga henti henti.


Komentar

Postingan Populer