Hangout? It’s On Me!
Di Sebuah klab malam di Townsville, sebuah kota terbesar kedua setelah Brisbane di negara bagian Queensland, seorang IT manager berbadan tegap berambut rasta dan selalu memakai kaos casual, berkata padaku: mate, untuk hangout disini cocok, selalu ramai dan bayar sendiri-sendiri. Kecuali khusus dengan gadis mu, seorang gentleman mesti mentraktirnya, dan tunjukkan kamu care. Atau untuk seorang lady yang kamu care...
Aku suka dia. Anak muda itu memang sensitif dan gentle. Alih alih rambutnya yang gimbal, dia sungguh as sweet as a guy can be, seorang yang fairdinkum menurut orang orang Aussie. Dan petunjuknya saya percaya.
Di Sydney juga tak berbeda. Seorang Aussie keturunan Austria yang saya kenal baik, salalu tampil perlente dan wangi. Dia pemburu sejati. Dia selalu bisa tau bagaimana berburu wanita di klab malam. Opening line nya selalu keren saat membuka obrolan. Biasanya setelah bertukar kode kode dengan wanita yang diincarnya dan yakin prospeknya bagus, dia akan closing dengan kalimat “would you like a drink? It’s on me.” Sungguh flamboyan, dan jika si gadis mengangguk, dia tahu malam itu kasur di apartemennya tak akan kesepian.
Di Indonesia, di klab malam, tidak lah berbeda. Sama persis. Traktiran adalah kode yang menggantikan pertanyaan verbal “do you want to have sex with me?” Itu lah makanya kadang seorang pria terlihat pelit atau ragu menawari seorang wanita minum. Jika pria itu tak berniat having sex dengan si wanita, tapi menawarkan minum juga, itu bisa dianggap bersikap “rude” terhadap si wanita. Mengajak minum tapi tak membawanya pulang.
Seorang engineer yang juga kawan kita, sangat ahli dalam hal ini. Dia jago sekali men-spot wanita yang bisa minum bersama dan berprospek untuk sharing malam itu sampai pagi. Untuk sekedar fun. Aku suka mengamati kawan ini, dan mengagumi kecerdasan komunikasinya dengan lawan jenis yang benar benar tajam.
Di luar klab malam tentu berbeda. Sedikit saja berbeda. Mentraktir, adalah simbol social acceptance. Jika kamu mengundang beberapa orang dan pada menghadiri traktiran kamu, itu berarti kamu diterima dalam kelompok itu. Berarti kamu diakui dan dianggap dekat. Biasanya yang mentraktir dan yang ditraktir akan merasa bahagia. Kamu berada dalam kedekatan emosional sekarang. Jika yang kamu traktir menolak datang, kamu tau bahwa ada jarak antara kamu dan dia. Dan sebaliknya.
Pada masyarakat tradisional tentu caranya berbeda. Tapi substansinya sama. Biasanya makan makan terjadi di rumah seorang tuan rumah. Dia mengundang kamu untuk makan bersama di rumahnya. Intinya adalah hospitality dan feast atas biaya tuan rumah.
Intinya adalah kegembiraan dan penerimaan. Bukan soal biaya atau apa yang dikonsumsi. Tapi perasaan kedekatan. Dan peristiwa itu biasanya baik. Kecuali saat kamu hendak menyampaikan bahwa kamu tak bisa dekat dengan yang mentraktir, maka sebaiknya menolak dengan halus. Tapi jika memang berniat untuk dekat maka terimalah undangan itu dengan kegembiraan. Dan jika sudah menghadiri undangan traktiran, jangan kecewa kalau akhirnya ternyata orang lain yang membayarnya, bukan yang kamu ingin dekat. Toh akan ada kesempatan lain bukan?
Anak anak muda sekarang berbeda lagi. Mereka suka untuk dianggap mandiri, mungkin karena sering berinteraksi dengan orang orang asing di negeri negeri asing. Mereka suka hangout dan bayar sendiri sendiri. Walaupun soal bayar adalah soal remeh, tapi seperti yang aku bilang sebelumnya di atas, ini bukan soal uang atau apa yang dimakan. Ini soal bahasa, soal pesan yang hendak disampaikan, dan pesan mereka adalah: “saya mandiri, kita bisa saja makan bersama tetapi saya adalah individu yang tidak bisa dipengaruhi apapaun termasuk dengan traktiran”.
Dan di situ lah gunanya bill tagihan, mereka akan cek bersama sama dan membayarkan hanya yang dikonsumsi oleh masing masing orang. Dalam hal ini kedekatan emosi menjadi tidak relevan. Dan kini, mereka bahkan share untuk ber-taxi dengan orang asing, berkendara bersama dalam satu taxi yang sama tanpa harus kenal apalagi dekat.
Disengaja atau tidak, otak kita adalah mesin bahasa. Semua yang kita lakukan adalah bahasa, ada pesan di dalamnya. Ada efek persepsi di dalamnya. Ah aku rasa kamu juga sudah paham dan tau maksudnya, sehingga begitu gembira dan lalu kecewa saat aku tak menyetujuinya. Dan yang berniat mentraktir juga sudah mendapatkan persepsi yang dicarinya, bahwa kamu menerima traktirannya, dia beruntung dan pasti bahagia walaupun jadinya orang lain yang membayarnya. Toh bukan soal biaya, ini soal pesan penerimaan. Dan dia bahagia, seperti pesan yang rajin dipostingnya, bahagia di paruh kedua. Selamat berbahagia ya.
Antasari 6 Okt jam 1 pagi.
Komentar
Posting Komentar